RSS

my friend

Selasa, 11 Mei 2010

REMAJA DAN HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH

Remaja kota kini semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah.                                 Nampaknya hal itu berkaitan dengan hasil sebuah penelitian, 10 - 12% remaja

di Jakarta pengetahuan seksnya sangat kurang. Ini mengisyaratkan pendidikan seks bagi anak dan remaja secara intensif
terutama di rumah dan di sekolah, makin penting. Pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih berbahaya ketimbang tidak
tahu sama sekali. Kata-kata bijak ini nampaknya juga berlaku bagi para
remaja tentang pengetahuan seks kendati dalam hal ini ketidaktahuan bukan
berarti lebih tidak berbahaya. Data yang dikumpulkan dr. Boyke Dian Nugraha,
DSOG, ahli kebidanan dan penyakit kandungan pada RS Dharmais, menunjukkan 16
- 20% dari remaja yang berkonsultasi kepadanya telah melakukan hubungan seks
pranikah. Dalam catatannya jumlah kasus itu cenderung naik; awal tahun
1980-an angka itu berkisar 5 - 10%. Sementara itu Dra. Yulia S. Singgih Gunarsa, psikolog dan konselor di sebuah
sekolah swasta di Jakarta, juga melihat fenomena banyaknya pasangan remaja
yang berhubungan dengan calo jasa pengguguran kandungan di Jakarta Pusat dan
penggunaan obat-obat pencegah kehamilan.
Dalam kaitan dengan hubungan seksual, bisa diambil contoh ada remaja yang
berpendapat, kalau hanya sekali bersetubuh, tidak bakal terjadi kehamilan.
Atau, meloncat-loncat atau mandi sampai bersih segera setelah melakukan
hubungan seksual bisa mencegah kehamilan. Pengetahuan seks yang hanya setengah-setengah tidak hanya mendorong remaja
untuk mencoba-coba, tapi juga bisa menimbulkan salah persepsi. Misalnya
saja, berciuman atau berenang di kolam renang yang "tercemar" sperma bisa
mengakibatkan kehamilan, mimpi basah dikira mengidap penyakit kotor, kecil
hati gara-gara ukuran penis kecil, sering melakukan onani bisa menimbulkan
impotensi. Beberapa akibat yang tentunya memprihatinkan ialah terjadinya pengguguran
kandungan dengan berbagai risikonya, perceraian pasangan keluarga muda, atau
terjangkitnya penyakit menular seksual, termasuk HIV yang kini sudah
mendekam di tubuh ratusan orang di Indonesia. Bandingkan dengan temuan
Marlene M. Maheu, Ph.D., psikolog yang berpraktek di Kalifornia, AS, bahwa
setiap tahun terdapat 1 dari 18 gadis remaja Amerika Serikat hamil sebelum
nikah dan 1 dari 5 pasien AIDS tertular HIV pada usia remaja. Dibentak ortu
Melihat kenyataan itu, pendidikan seks secara intensif sejak dini hingga
masa remaja tidak bisa ditawar-tawar lagi. Apalagi mengingat, "Sebagian
besar penularan AIDS terjadi melalui hubungan seksual," tegas Boyke yang
juga pengasuh rubrik konsultasi seks di majalah dan radio. Kalau tidak,
mereka yang kini remaja tidak bisa berbuat banyak saat memasuki usia
produktif di abad XXI mendatang. Seperti dikutip Boyke, survai oleh WHO tentang pendidikan seks membuktikan,
pendidikan seks bisa mengurangi atau mencegah perilaku hubungan seks
sembarangan, yang berarti pula mengurangi tertularnya penyakit-penyakit
akibat hubungan seks bebas. Disebutkan pula, pendidikan seks yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak
azasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan di dalamnya
sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga. Dengan itu
diharapkan angka perceraian yang berdampak kurang baik terhadap anak-anak
pun dapat dikurangi. Hanya yang jadi soal hingga kini, "Pendidikan seks di Indonesia masih
mengundang kontroversi. Masih banyak anggota masyarakat yang belum
menyetujui pendidikan seks di rumah maupun di sekolah," tutur dr. Gerard
Dampaknya tentu bisa ke mana-mana. Antara lain dalam memilih konsumsi
tontonan di TV yang masih berat dengan tayangan film barat dengan budaya dan
gaya hidup yang berbeda. Kehidupan dunia barat yang digambarkan dalam film
ataupun video, menurut Boyke, sering kali menunjukkan kehidupan seks bebas
di kalangan remaja. Itu bukan semata-mata karena faktor
ketagihan, tapi terutama akibat timbulnya persepsi bahwa melakukan hubungan
seksual sudah merupakan hal biasa. Dr. Gerard Paat
Sebab itu, pendidikan seks hendaknya menjadi bagian penting dalam pendidikan
di sekolah. Orang tua dan pendidik wajib meluruskan informasi yang tidak
benar disertai penjelasan risiko perilaku seks yang salah. Namun, pendidikan seks di sekolah mestinya hanya pelengkap pendidikan seks
di rumah. Bukan justru menjadi yang utama seperti terjadi selama ini,
kendati pendidikan seks di sekolah, menurut beberapa pengamat tadi, masih
belum optimal. Pacaran jangan dilarang
Pemberian pengetahuan seks mesti di rumah dilakukan sejak dini dan dimulai
dengan perilaku keseharian anak-anak. Ketika masih anak-anak misalnya,
berikan pengertian kepada mereka agar tidak ke luar dari kamar mandi sambil
telanjang, menutup pintu kamar mandi ketika sedang mandi, mengetuk pintu
terlebih dahulu sebelum masuk kamar ortu. Ketika sudah menginjak bangku SD, remaja putri khususnya, mesti sudah
dipersiapkan menghadapi masa akil balik. Pada usia sekitar 14 tahun, remaja
putri maupun putra rata-rata mulai ingin tahu segala sesuatu tentang lawan
jenisnya. "Ini merupakan proses pendewasaan diri, dan tak bisa dicegah,"
tegas Boyke. Di sinilah ortu mesti mulai lebih sering mengadakan pendekatan
dan memasukkan nilai-nilai moral kepada anak. Pada saat mereka mulai berpacaran di usia yang sudah cukup, kata Boyke, tak
perlu dilarang-larang. Berpacaran merupakan latihan pendewasaan dan
pematangan emosi. Dengan berpacaran mereka bisa merasakan rasa rindu atau
rasa memiliki, dan berlatih bagaimana harus ber-sharing dengan pasangan.
Pada masa ini orang tua remaja putri hendaknya berperan menjadi teman
berdiskusi sambil meneliti siapa pacarnya itu. Dalam hal ini dibutuhkan komunikasi lebih terbuka antara ortu-anak. Melalui
Dr. Paat maupun dr. Boyke menyatakan, penjelasan mengenai risiko melakukan
hubungan seksual pranikah perlu ditekankan. Umpamanya, kehamilan,
kemungkinan terinfeksi HIV atau tertular penyakit kelamin kalau
bergonta-ganti pasangan. Bila terjadi kehamilan dan kandungan terpaksa
digugurkan, mereka menghadapi kemungkinan perdarahan, infeksi, kemandulan,
bahkan kematian. Belum lagi stres atau rasa berdosa yang bakal dihadapi si
anak. Juga diingatkan, dengan anak yang mereka lahirkan di luar nikah,
mereka juga yang mesti bertanggungjawab sebagai ayah dan ibunya. Jangan lupa
pula, "Jagalah agar jiwa mereka tidak banyak terganggu, apalagi selama
mereka masih belum dewasa, masih harus sekolah, dan lain-lain," tambah
Yulia. Kapan saja, di mana saja
Penjelasan yang baik mampu membuka mata mereka betapa melakukan hubungan
seksual pranikah itu tidak ada untungnya. Ini misalnya terbukti ketika dr.
Boyke membagikan kuesioner kepada peserta seminar remaja. Jawaban mereka
sebelum dan sesudah mendengarkan ...

0 komentar:

Posting Komentar